Majalah Sinergy

Peran Legal Audit Dalam Proses Likuidasi Perusahaan Berbadan Hukum

Pemahaman akan istilah likuidasi memang sudah menjadi hal yang lumrah bagi sebagian praktisi bisnis. Sebagaimana diketahui bahwa proses likuidasi merupakan alternatif terakhir dalam upaya penyelamatan sisa aset perusahaan dikarenakan banyaknya utang yang tidak mampu diatasi. Namun apakah benar bahwa likuidasi adalah satu-satunya way-out solution bagi sebuah perusahaan karena didasari kebangkrutan atau pailit? Dan bagaimana peran legal audit dalam melakukan pemberesan?

LIKUIDASI DALAM UU PT

Pasal 142 Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) tidak mendefinisikan apa itu likuidasi. Namun terminologi itu muncul ketika UU PT mulai mengatur mengenai pembubaran perseroan. Dalam Pasal 142 Ayat (2) mengatur bahwa “Dalam hal terjadi pembubaran perseroan wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator.” Pada pemahaman UU PT tersebut, pembubaran perusahaan mensyaratkan harusnya dilakukan likuidasi berupa pencairan aset-aset perusahaan sebagai proses yang mendahuluinya.

Proses likuidasi adalah proses yang lazim dalam industri perbankan nasional. Sebut saja kasus Bank Century pada tahun 2008. Sebelum kasusnya muncul ke permukaan, PT Bank Century Tbk ternyata sudah menghadapi masalah likuiditas sejak lama. Krisis keuangan global memperparah kondisi Bank Century sehingga pada akhirnya Bank Century mengalami gagal kliring. Berdasarkan hasil analisis, Bank Indonesia (BI) memutuskan Bank Century diambil alih pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Banyaknya kasus likuiditas perbankan, mendorong pemerintah pada 2011 membentuk badan khusus yang mengambil sebagian peran BI untuk mengawasi perbankan, yang kemudian diberi nama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Meskipun likuidasi akrab di telinga para praktisi perbankan, namun bukan berarti industri lain terlepas dari istilah ini. Sebab regulasi yang menjadi dasar praktik likuidasi tidak terlepas dari UU Kepailitan dan PKPU, UU Perkoperasian, UU Yayasan, UU OJK, UU LPS, UU BUMN, U Asuransi, serta UU Perbankan, dan UU PT.

Contohnya yang terjadi pada industri migas. Pada tahun 2015, Pemerintah secara resmi mengumumkan likuidasi Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Keputusan ini diambil setelah sebelumnya dilakukan audit investigasi untuk mengungkap praktik-praktik yang menyimpang oleh Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Hasil audit tim ini menghasilkan rekomendasi likuidasi Petral sebagai bentuk komitmen untuk memutus praktik-praktik buruk di masa lalu dalam pengadaan BBM dan minyak mentah.

Keberadaan Petral dalam pengadaan BBM dinilai menjadi sumber kontroversi dan kecurigaan terkait praktik mafia migas. Sejak Indonesia menjadi negara pengimpor minyak, reputasi Petral erat dengan praktik-praktik yang tidak sehat dalam pengadaan BBM dan minyak mentah. Petral menjadikan para mafia migas leluasa mencari keuntungan melalui impor BBM dengan mekanisme yang tidak sesuai prinsip berkeadilan, sekaligus mencampuri kebijakan sehingga berdampak pada terhambatnya pembangunan. Disinyalir akibat campur tangan mafia tersebut, negara tak berdaya dalam mengambil keputusan strategis pembangunan yang seharusnya dilakukan. Seperti pembangunan kilang di dalam negeri untuk mengurangi impor, pemanfaatan energi terbarukan untuk mengurangi pemakaian BBM, dan pengendalian/pengalihan subsidi BBM agar lebih tepat sasaran.

 

PERAN LEGAL AUDIT

Menurut black’s law dictionary, definisi likuidasi adalah “with respect with winding up affairs of corporation, is process of reducing assets to cash, discharging liabilities and dividing surplus or loss, occurs when a corporation distributes its net assets to its shareholders and ceases its legal existence.” Sednagkan pengertian likuidasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pembubaran sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada kreditur dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham.

Terminologi reducing assets to cash (mengubah aset menjadi uang) dan discharging liabilities (pembayaran kewajiban) adalah inti dari proses likuidasi. Dalam melakukan pencairan aset dan pembayaran kewajiban, seorang likuidator perlu melakukan fungsinya demi menjalankan amanat yang diberikan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun pengadilan. Tugas-tugas pemberesan tersebut tidak terlepas dari legal audit.

Kata audit secara etimologi berarti pemeriksaan dalam arti luas, termasuk evaluasi terhadap kelembagaan, sistem, proses, atau produk. Audit hukum (legal audit) adalah pemeriksaan dari aspek hukum dan perundang-undangan terhadap suatu lembaga, sistem, proses, dan produk melalui pengidentifikasian subyek hukum, obyek hukum, dan perbuatan hukum. Profesi audit hukum biasanya dilakukan oleh seorang legal auditor yang kompeten, bersertifikat, obyektif, dan tidak memihak.

Fungsi legal auditor tersebut tidak terlepas pada penyusunan dan perencanaan kerangka kerja; melakukan analisis data berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; melakukan audit hukum terhadap subyek hukum, obyek hukum, maupun perbuatan hukum itu sendiri. Kemudian berangkat dari pemahaman likuidasi yang berkaitan dengan pemberesan harta perusahaan, maka harus dilakukan audit hukum untuk setiap transaksi perusahaan. Hal ini untuk memastikan apakah setiap transaksi yang dilakukan dalam rangka pemberesan tersebut telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau tidak. Kemudian dari segi pemenuhan kewajiban, termasuk di dalamnya alasan pembubaran perusahaan, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah ketika penunjukkan likuidator, apakah direksi yang menjabat memiliki permasalahan hukum atau tidak.

Mengingat besarnya peran seorang legal auditor, maka proses pembubaran perusahaan tidak dapat dianggap remeh. Sebab selalu ada risiko hukum dari setiap tindakan hukum. Bagi direksi yang belum memahami adanya risiko hukum ini, sangat perlu untuk melakukan konsolidasi dan konsultasi dengan likuidator atau konsultan legal yang kompeten.

Show More

Related Articles

Back to top button